Senin, 07 Maret 2016

Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 23



Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tanggal 1 April 2010
1.      Tatacara Pembayaran PPh Pasal 23
Pemotong PPh 23 harus menyetorkan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan SSP/SSE. Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak pas hari libur nasional/sabtu/minggu, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23
Bagi Pemotong
·      wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada rekanannya/penerima penghasilan.
·      wajib melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut.
·      Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar
·      disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
       Bagi Penerima Penghasilan
        ·            bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan dalam SPT Tahunannya.

Kamis, 03 Maret 2016

Pengisian SPT Tahunan bagi Direktur CV


Pengisian SPT Tahunan bagi Direktur CV

Apabila penghasilan dari prive dan jumlah penghasilan bruto sampai dengan 60.000.000 , maka sebaiknya menggunakan form 1770 S 
(jumlah prive diisikan pada formulir  1770 S-I Bagian B angka 3 dengan dilampiri formulir perincian pembagian prive)  

Apabia juga  memiliki usaha sendiri menggunakan formulir 1770

Senin, 22 Februari 2016

Tata Cara Pengajuan SKB

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 1/PJ/2011

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang:

bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain;

Mengingat:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5138);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN.


Pasal 1

(1)  Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
  1. mengalami kerugian fiskal;
  2. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
  3. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang,
dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2)  Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3)  Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final.


Pasal 2

(1)  Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) diberikan Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Keterangan Bebas.
(2)  Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 3

Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada:
  1. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, dalam hal:
    1)  Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
    2)  Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
    3)  Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur).
  2. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, dengan memperhitungkan besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau surat ketetapan pajak.
  3. Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c.
  4. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).

Pasal 4

(1)  Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan kecuali untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a angka 1).
(2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri penghitungan Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf  b, dan huruf c.


Pasal 5

(1)  Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan keputusan dengan menerbitkan:
  1. Surat Keterangan Bebas; atau
  2. surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas,
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(2)  Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
(3)  Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlewati.


Pasal 6

Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud Pasal 2 berlaku sampai dengan berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.


Pasal 7

Bentuk formulir Surat Keterangan Bebas untuk:
  1. pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II,
  2. pemungutan PPh Pasal 22 impor adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 8

Dalam hal permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak dengan mempergunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 9

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-192/PJ/2002 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 10

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2011.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Januari 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002

Rabu, 17 Februari 2016

impor file CSV ke Aplikasi e-SPT PPh pasal 21 2014

Cara impor file CSV ke Aplikasi e-SPT PPh pasal 21 2014, from here i copy ...



  1. Contoh format telah disediakan oleh DJP yang secara default berada di lokasi: {Folder Instalasi}\dokumentasi\csv format. misalkan pada window 7 64 terletak pada folder C:\Program Files (x86)\DJP\e-SPT Masa 21-26 2014\dokumentasi\csv format\contoh csv
  2. Bila melakukan edit CSV dengan Microsoft Excel, hindari scientific notation pada field yang bertipe teks (contoh: 1e+29) dengan menuliskan simbol single apostrophe (‘) di awal teks. Untuk scientific notation pada field yang bertipe angka, cukup perlebar cell hingga cukup menampilkan angka tersebut secara penuh.
  3. Karakter-karakter berikut ini tidak boleh ada dalam input field di CSV: single apostrophe (‘) dan semicolon (;)
  4. Saat menyimpan format CSV di Microsoft Excel, akan muncul pertanyaan “...Do you want to keep the workbook in this format?” jawab dengan “Yes.” Jangan simpan CSV bila masih ada scientific notation pada worksheet Excel.
  5. Setelah menyimpan CSV, saat menutup Microsft Excel akan muncul pertanyaan “Do you want to save the changes...” jawab dengan “No.”
  6. CSV yang akan di-impor harus memiliki header pada baris pertama. Header bisa dilihat pada contoh2 CSV yang tersedia di lokasi {Folder Instalasi}\dokumentasi\csv format\contoh csv.
  7. Ekspor/Impor CSV Referensi dapat dilakukan tanpa harus membuka SPT pada aplikasi e-SPT, tetapi Ekspor/Impor CSV Bukti Potong hanya dapat dilakukan setelah membuka SPT terlebih dahulu.
  8. Untuk Impor CSV Bukti Potong, pastikan Masa Pajak, Tahun Pajak dan Pembetulan pada CSV sesuai dengan Masa Pajak, Tahun Pajak dan Pembetulan SPT yang sedang dibuka.
  9. Bila terdapat masalah dalam melakukan Impor CSV (CSV tidak dikenali), cobalah membuat 1 record secara manual di aplikasi, kemudian ekspor record tersebut menjadi CSV. CSV hasil ekspor kemudian di-edit tanpa mengganti header nya di baris pertama sebelum di impor lagi.
  10. Errorlog saat Impor CSV bisa dilihat di lokasi: {Folder Instalasi}\errorlog.

eSPT tahunan badan tidak bisa input NTPN huruf

Setelah mengutak-atik lama ga nemu2 akhirnya menemukan blog Bang Mahar >_< dan masalah tidak bisa input NTPN huruf ... SELESAI. >_<


trik mudah untuk merekam NTPN alfanumerik di eSPT yang belum di-update.

1. Persiapkan notepad, program bawaan windows.
2. Ketikan NTPN alfanumerik di notepad  -> select text NTPN nya -> Copy.
3. Pada eSPT di bagian perekaman SSP, pada kolom NTPN klik kanan > Paste. Selesai

Dan anda bisa merekam NTPN alfanumerik meskipun eSPT-nya belum ada update fitur perekaman NTPN-nya.