Rabu, 09 Februari 2022

PMK-3/PMK.03/2022 (INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR)

 Keterangan

 

INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR 

Pasal 2 

(1) PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh bank devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. 

(2) Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 

(3) PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor. 

(4) Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam data administrasi perpajakan (masterfile). 

(5) Pembebasan dari pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan melalui surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 

(6) Wajib Pajak mengajukan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.  

(7) Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan: 

a. surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau 

b. surat penolakan dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 

(8) Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku terhitung sejak tanggal surat keterangan bebas diterbitkan. 

(9) Dalam hal terdapat perubahan kode klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak dan kode klasifikasi lapangan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a yang telah terbit tidak berlaku terhitung sejak tanggal perubahan kode klasifikasi lapangan usaha dimaksud. 

(10) Wajib Pajak yarig telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. 

(11) Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 

(12) Ketentuan mengenai kode klasifikasi lapangan usahayang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), formulir permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6), formulir surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, formulir penolakan permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dan formulir laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Imper sebagaimana dimaksud pada ayat (10), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 

 

https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d

Kode Formulir Bukti Potong

 

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong  

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 4(2)  

Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Hadiah Undian (f.1.1.33.09)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Deposito Tabungan, Diskonto SBI dan Jasa Giro (Final) (f.1.1.33.10)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham yang Diperdagangkan di Bursa Efek (f.1.1.33.11)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan (f.1.1.33.12)   

Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi (f.1.1.33.16)   

Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga dan Diskonto Obligasi dan Surat Berharga Negara (SBN) (f.1.1.33.17)   

Bukti Pemotongan PPh Pasal Final Pasal 4 Ayat (2) atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi (f.1.1.33.19)   

Bukti Pemungutan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa (f.1.1.33.20)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Deviden yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (f.1.1.33.21)   

Daftar Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) (D.1.1.32.06)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Bunga Deposito/ Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro (D.1.1.32.10)   

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 15  

Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (f.1.1.33.13)   

Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri Final (f.1.1.33.14)   

Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan Terutang kepada Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri (f.1.1.33.15)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 (D.1.1.32.09)   

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21/26  

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 (f.1.1.33.01)   

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 (final) (f.1.1.33.02)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 (tidak final)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 (final)   

Bukti Pemungutan dan Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22  

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Badan Usaha Industri Eksportir Tertentu (f.1.1.33.04)   

Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (D.1.1.32.04)   

Bukti Pemungutan Pajak Atas Impor ( Oleh Bendaharawan Ditjen Bea dan Cukai (f.1.1.33.03)   

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 23/26  

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 (f.1.1.33.06)   

Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 (f.1.1.33.08)   

Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 26 (D.1.1.32.05)   

Kode Objek Pajak PPh 21

 

Kode Objek Pajak PPh 21


1. Kode Objek Pajak PPh Pasal 21 Formulir 1721 A1 (Dipotong oleh WP Badan Non Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Swasta)


Kode Objek Pajak
21-100-01 Pegawai Tetap
21-100-02 Penerima Pensiun secara teratur


2. Kode Objek PPh Pasal 21 Formulir 1721 A2 (Dipotong oleh WP Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Negeri Sipil)


Kode Objek Pajak
21-100-01 Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara
21-100-02 Penerima Pensiun yang menerima penghasilan secara teratur
21-100-03 Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
21-100-04 Distributor Multi Level Marketing (MLM)
21-100-05 Petugas Dinas Luar Asuransi
21-100-06 Penjaja Barang Dagangan
21-100-07 Tenaga Ahli
21-100-08 Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
21-100-09 Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
21-100-10 Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
21-100-11 Mantan Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan
21-100-12 Pegawai yang melakukan  penarikan Dana Pensiun
21-100-13 Peserta Kegiatan yang menerima imbalan


3. Kode Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final)


Kode Objek Pajak
21-401-01 Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus
21-401-02 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
21-402-01 Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya
21-499-99 Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya


4. Kode Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) atau Pasal 26


Kode Objek Pajak
21-100-03 Upah Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
21-100-04 Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM)
21-100-05 Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
21-100-06 Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
21-100-07 Imbalan Kepada Tenaga Ahli
21-100-08 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
21-100-09 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
21-100-10 Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
21-100-11 Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Kepada Mantan Pegawai
21-100-12 Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai
21-100-13 Imbalan Kepada Peserta Kegiatan
21-100-99 Objek PPh Pasal 21 Tidak Final Lainnya PPh Pasal 26
27-100-99 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang dipotong PPh Pasal 26

Penyisihan Piutang Tak Tertagih

 

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

  

Pasal 6
 

(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
  

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 
  3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utangantara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 
  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Selasa, 08 Februari 2022

catatan atas laporan keuangan nilainya beda dengan Neraca? CaLK

PERATURAN NOMOR VIII.G.7 :
PEDOMAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
KEP-06/PM/2000,  13 Maret 2000

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

a. Umum
 
1   

Catatan atas Laporan Keuangan memberikan penjelasan mengenai gambaran umum perusahaan, ikhtisar kebijakan akuntansi, penjelasan pos-pos laporan keuangan dan informasi penting lainnya.

2

Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan Arus Kas harus berkaitan dengan informasi yang ada dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

3

Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan:

 
a

Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting;

b

Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas; dan

c

Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.

4

Untuk pos-pos yang nilainya material, harus dirinci dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan untuk pos-pos yang bersifat khusus untuk industri tertentu, harus dirinci dan dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan tanpa mempertimbangkan materialitasnya.

5

Untuk pos yang merupakan hasil penggabungan beberapa akun sejenis dirinci dan dijelaskan sifat dari unsur utamanya dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

6

Catatan atas Laporan Keuangan harus menunjukkan secara terpisah jumlah dari setiap jenis transaksi dan saldo dengan para direktur, pegawai, komisaris, pemegang saham utama, dan Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf j peraturan ini. Ikhtisar terpisah tersebut diperlukan untuk piutang, hutang, penjualan atau pendapatan dan beban. Apabila jumlah transaksi untuk masingmasing kategori tersebut dengan Pihak tertentu melebihi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka jumlah tersebut harus disajikan secara terpisah dan nama Pihak
tersebut wajib diungkapkan.

7

Pengungkapan dengan menggunakan kata “sebagian” tidak diperkenankan untuk menjelaskan adanya bagian dari suatu jumlah. Pengungkapan hal tersebut harus menyatakan nilai atau persentasenya.

8

Aktiva yang dijaminkan harus diungkapkan dalam penjelasan masing-masing pos. Apabila aktiva perusahaan diasuransikan, harus diungkapkan jenis dan nilai aktiva yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi serta pendapat manajemen atas kecukupan pertanggungan asuransi. Dalam hal tidak diasuransikan, harus diungkapkan alasannya.

9

Peraturan ini tidak menentukan bentuk penyajian Catatan atas Laporan Keuangan.

 

Namun demikian, pengungkapannya mencakup tetapi tidak terbatas pada unsur-unsur yang diuraikan dalam huruf b berikut ini.