Rabu, 28 September 2016

Surat Keterangan Bebas Pajak Pengalihan Tanah dan Bangunan

SKB PPh Ps 4(2) Pengalihan Tanah dan Bangunan

PER-30/PJ/2009

TATA CARA PEMBERIAN PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAKATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN


Lampiran :

  1. orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, permohonan harus dilampiri dengan:
    1) Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Jumlah Bruto Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dengan format sesuai dengan Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
    2) fotokopi Kartu Keluarga; dan
    3) fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan.
  2. orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf d, permohonan harus dilampiri Surat Pernyataan Hibah dengan format sesuai Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilampiri dengan Surat Pernyataan Pembagian Waris dengan format sesuai dengan lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.





Jumat, 19 Agustus 2016

Pajak Pengalihan Tanah dan Bangunan


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 34 TAHUN 2016

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA


Pasal 2

(1) Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah sebesar:
  1. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
  2. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau
  3. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
(2)  Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
  1. nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah;
  2. nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 beserta perubahannya);
  3. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
  4. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;atau
  5. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.

    Kamis, 04 Agustus 2016

    Pemberian Cuma-cuma / product sample



    Yang dimaksud dengan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

    Anda menggunakan DPP Nilai Lain berupa Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor ketika menghitung besarnya nilai PPN Terutang atas pemberian cuma - cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

    Atas pemakaian sendiri BKP / JKP bukan untuk tujuan produktif terutang PPN dan harus diterbitkan Faktur Pajak.

    PPN yang tercantum merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
     

    Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang Pengumpul

    Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

    Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dan menjual hasil-hasil tersebut kepada badan usaha industri dan/atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.

    Perhatikan contoh di bawah ini.

    PT Rubber adalah eksportir karet yang telah ditunjuk oleh KPP sebagai pemungut PPh Pasal 22, melakukan transaksi sebagai berikut:
    1. Tanggal 9 Februaru 2011 membeli bahan olahan karet dari PT Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olahan karet hasil perkebunan sendiri senilai Rp. 600 juta; dan
    2. Tanggal 17 Februari 2011 membeli bahan olahan karet dari Tuan Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet dari petani karet di sekitar daerahnya senilai Rp. 100 juta.
    Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan terkait transaksi tersebut?

    PT Rubber Jaya melakukan pemungutan PPh Pasal 22 hanya atas transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan Nusantara tidak termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.

    PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT. Rubber Jaya adalah:

    = (tarif 0,25%) x Rp. 100 juta = Rp. 250.000,-

    PT Rubber Jaya wajib:
    1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp. 250.000,- pada saat pembelian yaitu tanggal 17 Februari 2011 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
    2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2011 paling lambat tanggal 10 Maret 2011;
    3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Februari 2011 paling lambat tanggal 21 Maret 2011.

    Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan

    dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

    Pemotong PPh
    Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah :
    1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan;
    2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.
    Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
    1. Saat Terutang
      PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
    2. Penyetoran dan Pelaporan
      1. Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
      2. Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
      3. Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
      4. Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
     sumber : http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-penghasilan-dari-persewaan-tanah-danatau-bangunan