Rabu, 14 Desember 2016

Permintaan Data eFaktur yang Hilang


Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 16 /PJ/2014
Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik 




NOTA RETUR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65/PMK.03/2010

TENTANG

TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG
DIKEMBALIKAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA KENA PAJAK YANG
DIBATALKAN

poin terpenting bagi saya 
dari Pasal 1
Pengembalian Barang Kena Pajak adalah pengembalian Barang Kena Pajak baik sebagian maupun seluruhnya oleh Pembelian Barang Kena Pajak.
Pembatalan Jasa Kena Pajak adalah pembatalan seluruhnya atau sebagian hak atau fasilitas atau kemudahan oleh pihak penerima Jasa Kena Pajak.
 
dari Pasal 2

Jika BKP dikembalikan (retur) oleh Pembeli, PPN/PPnBM dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual dan mengurangi:
  1. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan;
  2. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal pajak atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
  3. biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh Penerima Jasa, Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi:
  1. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak Masukan atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dikreditkan;
  2. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
  3. biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.

Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal Barang Kena Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun harganya.

dari Pasal 4
 1 Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak , Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual.
 2 Nota retur sebagaimana dimaksud diatas paling sedikit harus mencantumkan:
  1. nomor urut nota retur;
  2. nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
  3. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli;
  4. nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Penjual;
  5. jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
  6. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan;
  7. tanggal pembuatan nota retur; dan
  8. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur.
3Nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu untuk pembeli dan penjual

Dalam hal Pembeli bukan Pengusaha Kena Pajak, nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pembeli terdaftar.


4 Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal:
nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada angka 2;

dari pasal 6

(1)  Pengurangan Pajak Keluaran dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya Pengembalian Barang Kena Pajak atau Pembatalan Jasa Kena Pajak.
(2)  Pengurangan Pajak Masukan dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak atau Pembatalan Jasa Kena Pajak.


 

Jumat, 07 Oktober 2016

Tata Cara Pemindahbukuan (Pbk) Pembayaran Pajak ( 0000 ke ber NPWP)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 242/PMK.03/2014

TENTANG

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

Pasal 17

   
(1)
Permohonan Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diajukan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat pembayaran diadministrasikan menggunakan surat permohonan Pemindahbukuan.
   
(2)
Permohonan Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
     
a.
secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan; atau
     
b.
melalui pos atau jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan.
   
(3)
Permohonan Pemindahbukuan karena kesalahan pembayaran atau penyetoran diajukan oleh Wajib Pajak penyetor.
   
(4)
Pemindahbukuan karena kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk, dapat dilakukan secara jabatan oleh Pejabat yang melaksanakan Pemindahbukuan atau dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak yang semula mengajukan permohonan Pemindahbukuan.
   
(5)
Permohonan Pemindahbukuan yang diajukan atas SSP, SSPCP, BPN, dan Bukti Pbk yang mencantumkan NPWP dari Wajib Pajak cabang yang telah dihapus dapat diajukan oleh Wajib Pajak pusat.
   
(6)
Permohonan Pemindahbukuan yang diajukan atas SSP, SSPCP, BPN, dan Bukti Pbk yang mencantumkan NPWP dari Wajib Pajak yang melakukan penggabungan usaha (merger) diajukan oleh surviving company, entitas baru hasil merger, atau pihak yang menerima penggabungan.
   
(7)
Pembayaran pajak yang tercantum dalam SSP, SSPCP, BPN atau Bukti Pbk dapat diajukan permohonan Pemindahbukuan dalam hal pembayaran tersebut belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, Surat Tagihan Pajak dan/atau surat ketetapan pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Tagihan Pajak PBB dan/atau Surat Ketetapan Pajak PBB, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan.
   
(8)
Surat permohonan Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
     
a.
asli SSP (lembar ke-1), asli SSPCP (lembar ke-1), asli Bukti Pbk (lembar ke-1), dokumen BPN, atau asli bukti pembayaran Pajak Penghasilan Dalam Mata Uang Dollar Amerika Serikat yang dimohonkan untuk dipindahbukukan;
     
b.
asli surat pernyataan kesalahan perekaman dari pimpinan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing tempat pembayaran dalam hal permohonan Pemindahbukuan diajukan karena kesalahan perekaman oleh petugas Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing;
     
c.
asli pemberitahuan pabean impor, asli dokumen cukai, atau asli surat tagihan/surat penetapan dalam hal permohonan Pemindahbukuan diajukan atas SSPCP;
     
d.
fotokopi Kartu Tanda Penduduk penyetor atau pihak penerima Pemindahbukuan, dalam hal permohonan Pemindahbukuan yang diajukan atas SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk yang tidak mencantumkan NPWP atau mencantumkan angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama NPWP;
     
e.
fotokopi dokumen identitas penyetor atau dokumen identitas wakil badan dalam hal penyetor melakukan kesalahan pengisian NPWP; dan
     
f.
surat pernyataan dari Wajib Pajak yang nama dan NPWP-nya tercantum dalam SSP, yang menyatakan bahwa SSP tersebut sebenarnya bukan pembayaran pajak untuk kepentingannya sendiri dan tidak keberatan dipindahbukukan dalam hal nama dan NPWP pemegang asli SSP (yang mengajukan permohonan Pemindahbukuan) tidak sama dengan nama dan NPWP yang tercantum dalam SSP.

Rabu, 28 September 2016

Surat Keterangan Bebas Pajak Pengalihan Tanah dan Bangunan

SKB PPh Ps 4(2) Pengalihan Tanah dan Bangunan

PER-30/PJ/2009

TATA CARA PEMBERIAN PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAKATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN


Lampiran :

  1. orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, permohonan harus dilampiri dengan:
    1) Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Jumlah Bruto Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dengan format sesuai dengan Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
    2) fotokopi Kartu Keluarga; dan
    3) fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan.
  2. orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf d, permohonan harus dilampiri Surat Pernyataan Hibah dengan format sesuai Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilampiri dengan Surat Pernyataan Pembagian Waris dengan format sesuai dengan lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.





Jumat, 19 Agustus 2016

Pajak Pengalihan Tanah dan Bangunan


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 34 TAHUN 2016

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA


Pasal 2

(1) Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah sebesar:
  1. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
  2. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau
  3. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
(2)  Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
  1. nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah;
  2. nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 beserta perubahannya);
  3. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
  4. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;atau
  5. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.

    Kamis, 04 Agustus 2016

    Pemberian Cuma-cuma / product sample



    Yang dimaksud dengan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

    Anda menggunakan DPP Nilai Lain berupa Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor ketika menghitung besarnya nilai PPN Terutang atas pemberian cuma - cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

    Atas pemakaian sendiri BKP / JKP bukan untuk tujuan produktif terutang PPN dan harus diterbitkan Faktur Pajak.

    PPN yang tercantum merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
     

    Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang Pengumpul

    Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

    Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dan menjual hasil-hasil tersebut kepada badan usaha industri dan/atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.

    Perhatikan contoh di bawah ini.

    PT Rubber adalah eksportir karet yang telah ditunjuk oleh KPP sebagai pemungut PPh Pasal 22, melakukan transaksi sebagai berikut:
    1. Tanggal 9 Februaru 2011 membeli bahan olahan karet dari PT Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olahan karet hasil perkebunan sendiri senilai Rp. 600 juta; dan
    2. Tanggal 17 Februari 2011 membeli bahan olahan karet dari Tuan Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet dari petani karet di sekitar daerahnya senilai Rp. 100 juta.
    Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan terkait transaksi tersebut?

    PT Rubber Jaya melakukan pemungutan PPh Pasal 22 hanya atas transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan Nusantara tidak termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.

    PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT. Rubber Jaya adalah:

    = (tarif 0,25%) x Rp. 100 juta = Rp. 250.000,-

    PT Rubber Jaya wajib:
    1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp. 250.000,- pada saat pembelian yaitu tanggal 17 Februari 2011 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
    2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2011 paling lambat tanggal 10 Maret 2011;
    3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Februari 2011 paling lambat tanggal 21 Maret 2011.

    Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan

    dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

    Pemotong PPh
    Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah :
    1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan;
    2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.
    Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
    1. Saat Terutang
      PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
    2. Penyetoran dan Pelaporan
      1. Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
      2. Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
      3. Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
      4. Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
     sumber : http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-penghasilan-dari-persewaan-tanah-danatau-bangunan

    Kamis, 21 Juli 2016

    Syarat Pengajuan EFIN



    1.       Bagi Wajib Pajak orang pribadi
    a.       permohonan aktivasi EFIN dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri tidak diperkenankan untuk dikuasakan kepada pihak lain;
    b.      Wajib Pajak mengisi, menandatangani dan menyampaikan Formulir Permohonan Aktivasi EFIN dengan mendatangi secara langsung Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) terdekat dan lokasi lain yang ditentukan oleh KPP atau KP2KP;
    c.       Wajib Pajak menunjukan asli dan menyerahkan fotokopi dokumen berupa:
    -          Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam hal Wajib Pajak merupakan warga Negara Indonesia; atau Paspor dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dalam hal Wajib Pajak merupakan warga negara asing; dan
                      -       kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Surat Keterangan 
                                     Terdaftar (SKT);

    2.       Bagi Wajib Pajak badan

    a.       permohonan aktivasi EFIN dilakukan oleh pengurus yang ditunjuk untuk mewakili badan dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya;

    b.      pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a mengisi, menandatangani dan menyampaikan Formulir Permohonan Aktivasi EFIN dengan mendatangi secara langsung KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;

    c.       pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a menunjukkan asli dan menyerahkan fotokopi dokumen berupa:
    -          surat penunjukan pengurus yang bersangkutan untuk mewakili badan dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
    -          identitas diri berupa KTP dalam hal pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan warga Negara Indonesia; atau Paspor dan KITAS atau KITAP dalam hal pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan warga negara asing;
    -          kartu NPWP atau SKT atas nama yang bersangkutan;dan
    -          kartu NPWP atau SKT atas nama Wajib Pajak badan.
                    d.    menyampaikan alamat e-mail aktif yang digunakan sebagai sarana komunikasi 

                            dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.