Rabu, 09 Februari 2022

PMK-3/PMK.03/2022

dalam PMK-3/PMK.03/2022 terdapat 3 Insentif yang diberikan yaitu:

- PPh Pasal 22 Impor

- Pengurangan angsuran PPh Pasal 25

-  PPh Final atas Jasa Konstruksi

 

untuk PPh 21 DTP,  Tidak Ada Perpanjangan PPh 21 DTP


PMK-3/PMK.03/2022 untuk JANGKA WAKTU PEMBERIAN INSENTIF PAJAK

JANGKA WAKTU PEMBERIAN INSENTIF PAJAK 

PMK-3/PMK.03/2022

Pasal 12 

(1) Jangka waktu pemberian insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berlaku sampai dengan tanggal 30 Juni 2022. 

(2) Jangka waktu pemberian insentif: 

a. pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 1); dan 

b. PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), 

diberikan untuk Masa Pajak Januari 2022 sampai dengan Masa Pajak Juni 2022. 

https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d

PMK-3/PMK.03/2022 untuk INSENTIF PAJAK PENGHASILAN FINAL JASA KONSTRUKSI

Keterangan

    Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021
    Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021
    Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 


INSENTIF PAJAK PENGHASILAN FINAL JASA KONSTRUKSI 


Pasal 7 

( 1) Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkanperaturan perundang-undangan yang mengatur mengenai PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang bersifat final. 

(2) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi dengan cara: 

a. dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan Pemotong Pajak; atau 

b. disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan Pemotong Pajak. 

(3) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Penerima P3-TGAI ditanggung pemerintah. 

(4) Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-TGAI kepada Wajib Pajak Penerima P3-TGAI tidak melakukan pemotongan PPh final. 

(5) PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. 


Pasal 8 

(1) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah untuk setiap Masa Pajak melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. 

(2) Pemotong Pajak dapat melakukan pembetulan atas laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 

(3) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan realisasi pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama tanggal 30 September 2022

(4) Pemotong Pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggungPemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk Masa Pajak yang bersangkutan. 

(5) Ketentuan mengenai formulir laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 


Pasal 9 

Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan~an yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah. 

 

https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d 

PMK-3/PMK.03/2022 untuk INSENTIF ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

 Keterangan

 

Pasal 3 

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan yang masih harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan: 

a. Pasal 25 Undang-Undang PPh; dan/ atau 

b. peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penghitungan angsuran PPh dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, dan Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. 

 

Pasal 4 

( 1) Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, diberikan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. 

(2) Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kode klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam data administrasi perpajakan (master.file). 

(3) Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, untuk memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 

(4) Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat pemberitahuan: 

a. berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau 

b. tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (

5) Dalam hal terdapat perubahan kode klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak dan kode klasifikasi lapangan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat pemberitahuan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang telah terbit tidak berlaku terhitung sejak tanggal perubahan kode klasifikasi lapangan usaha dimaksud. 

(6) Ketentuan mengenai kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), formulir surat pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan besamya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), formulir surat pemberitahuan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dan formulir surat pemberitahuan tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 

 

Pasal 5 

(1) Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berlaku terhitung sejak Masa Pajak disampaikannya pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). 

(2) Wajib Pajak dapat memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sejak Masa Pajak Januari 2022 dengan menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku. 

(3) Ketentuan mengenai contoh penghitungan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 6 ( 1) Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. (2) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. (3) Ketentuan mengenai formulir laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 

https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d

PMK-3/PMK.03/2022 (INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR)

 Keterangan

 

INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR 

Pasal 2 

(1) PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh bank devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. 

(2) Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 

(3) PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor. 

(4) Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam data administrasi perpajakan (masterfile). 

(5) Pembebasan dari pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan melalui surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 

(6) Wajib Pajak mengajukan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.  

(7) Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan: 

a. surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau 

b. surat penolakan dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 

(8) Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku terhitung sejak tanggal surat keterangan bebas diterbitkan. 

(9) Dalam hal terdapat perubahan kode klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak dan kode klasifikasi lapangan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a yang telah terbit tidak berlaku terhitung sejak tanggal perubahan kode klasifikasi lapangan usaha dimaksud. 

(10) Wajib Pajak yarig telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. 

(11) Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 

(12) Ketentuan mengenai kode klasifikasi lapangan usahayang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), formulir permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6), formulir surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, formulir penolakan permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dan formulir laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Imper sebagaimana dimaksud pada ayat (10), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 

 

https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d

Kode Formulir Bukti Potong

 

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong  

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 4(2)  

Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Hadiah Undian (f.1.1.33.09)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Deposito Tabungan, Diskonto SBI dan Jasa Giro (Final) (f.1.1.33.10)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham yang Diperdagangkan di Bursa Efek (f.1.1.33.11)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan (f.1.1.33.12)   

Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi (f.1.1.33.16)   

Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga dan Diskonto Obligasi dan Surat Berharga Negara (SBN) (f.1.1.33.17)   

Bukti Pemotongan PPh Pasal Final Pasal 4 Ayat (2) atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi (f.1.1.33.19)   

Bukti Pemungutan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa (f.1.1.33.20)   

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Deviden yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (f.1.1.33.21)   

Daftar Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) (D.1.1.32.06)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Bunga Deposito/ Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro (D.1.1.32.10)   

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 15  

Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (f.1.1.33.13)   

Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri Final (f.1.1.33.14)   

Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan Terutang kepada Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri (f.1.1.33.15)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 (D.1.1.32.09)   

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21/26  

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 (f.1.1.33.01)   

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 (final) (f.1.1.33.02)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 (tidak final)   

Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 (final)   

Bukti Pemungutan dan Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22  

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Badan Usaha Industri Eksportir Tertentu (f.1.1.33.04)   

Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (D.1.1.32.04)   

Bukti Pemungutan Pajak Atas Impor ( Oleh Bendaharawan Ditjen Bea dan Cukai (f.1.1.33.03)   

Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 23/26  

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 (f.1.1.33.06)   

Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 (f.1.1.33.08)   

Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 26 (D.1.1.32.05)   

Kode Objek Pajak PPh 21

 

Kode Objek Pajak PPh 21


1. Kode Objek Pajak PPh Pasal 21 Formulir 1721 A1 (Dipotong oleh WP Badan Non Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Swasta)


Kode Objek Pajak
21-100-01 Pegawai Tetap
21-100-02 Penerima Pensiun secara teratur


2. Kode Objek PPh Pasal 21 Formulir 1721 A2 (Dipotong oleh WP Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Negeri Sipil)


Kode Objek Pajak
21-100-01 Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara
21-100-02 Penerima Pensiun yang menerima penghasilan secara teratur
21-100-03 Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
21-100-04 Distributor Multi Level Marketing (MLM)
21-100-05 Petugas Dinas Luar Asuransi
21-100-06 Penjaja Barang Dagangan
21-100-07 Tenaga Ahli
21-100-08 Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
21-100-09 Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
21-100-10 Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
21-100-11 Mantan Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan
21-100-12 Pegawai yang melakukan  penarikan Dana Pensiun
21-100-13 Peserta Kegiatan yang menerima imbalan


3. Kode Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final)


Kode Objek Pajak
21-401-01 Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus
21-401-02 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
21-402-01 Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya
21-499-99 Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya


4. Kode Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) atau Pasal 26


Kode Objek Pajak
21-100-03 Upah Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
21-100-04 Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM)
21-100-05 Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
21-100-06 Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
21-100-07 Imbalan Kepada Tenaga Ahli
21-100-08 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
21-100-09 Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
21-100-10 Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
21-100-11 Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Kepada Mantan Pegawai
21-100-12 Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai
21-100-13 Imbalan Kepada Peserta Kegiatan
21-100-99 Objek PPh Pasal 21 Tidak Final Lainnya PPh Pasal 26
27-100-99 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang dipotong PPh Pasal 26

Penyisihan Piutang Tak Tertagih

 

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

  

Pasal 6
 

(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
  

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 
  3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utangantara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 
  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Selasa, 08 Februari 2022

catatan atas laporan keuangan nilainya beda dengan Neraca? CaLK

PERATURAN NOMOR VIII.G.7 :
PEDOMAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
KEP-06/PM/2000,  13 Maret 2000

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

a. Umum
 
1   

Catatan atas Laporan Keuangan memberikan penjelasan mengenai gambaran umum perusahaan, ikhtisar kebijakan akuntansi, penjelasan pos-pos laporan keuangan dan informasi penting lainnya.

2

Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan Arus Kas harus berkaitan dengan informasi yang ada dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

3

Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan:

 
a

Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting;

b

Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas; dan

c

Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.

4

Untuk pos-pos yang nilainya material, harus dirinci dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan untuk pos-pos yang bersifat khusus untuk industri tertentu, harus dirinci dan dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan tanpa mempertimbangkan materialitasnya.

5

Untuk pos yang merupakan hasil penggabungan beberapa akun sejenis dirinci dan dijelaskan sifat dari unsur utamanya dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

6

Catatan atas Laporan Keuangan harus menunjukkan secara terpisah jumlah dari setiap jenis transaksi dan saldo dengan para direktur, pegawai, komisaris, pemegang saham utama, dan Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf j peraturan ini. Ikhtisar terpisah tersebut diperlukan untuk piutang, hutang, penjualan atau pendapatan dan beban. Apabila jumlah transaksi untuk masingmasing kategori tersebut dengan Pihak tertentu melebihi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka jumlah tersebut harus disajikan secara terpisah dan nama Pihak
tersebut wajib diungkapkan.

7

Pengungkapan dengan menggunakan kata “sebagian” tidak diperkenankan untuk menjelaskan adanya bagian dari suatu jumlah. Pengungkapan hal tersebut harus menyatakan nilai atau persentasenya.

8

Aktiva yang dijaminkan harus diungkapkan dalam penjelasan masing-masing pos. Apabila aktiva perusahaan diasuransikan, harus diungkapkan jenis dan nilai aktiva yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi serta pendapat manajemen atas kecukupan pertanggungan asuransi. Dalam hal tidak diasuransikan, harus diungkapkan alasannya.

9

Peraturan ini tidak menentukan bentuk penyajian Catatan atas Laporan Keuangan.

 

Namun demikian, pengungkapannya mencakup tetapi tidak terbatas pada unsur-unsur yang diuraikan dalam huruf b berikut ini.

 

 

Seragam Karyawan Yang Dapat Dibiayakan

 

Surat Edaran Dirjen Pajak : SE-29/PJ.4/1995

II.Pemberian natura dan kenikmatan sehubungan dengan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan.

1.Sesuai dengan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 633/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994, bahwa pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, untuk keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja, dan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai walaupun diberikan bukan di daerah terpencil.

2.Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan ini berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerjaan yang biasanya diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja atau Pemda setempat misalnya pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, proyek, pakaian seragam pabrik, hansip/satpam, penyediaan makanan dan minuman serta penginapan untuk awak kapal/pesawat, serta antar jemput pegawai.

3. Pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan situasi lingkungan kerja misalnya pakaian seragam pegawai hotel dan penyiar TV, makanan tambahan bagi operator komputer/pengetik, makan minum cuma-cuma bagi pegawai restoran.

biaya rapat apakah bisa dibiayakan?

Biaya Rapat dalam bentuk natura tidak bisa dibebankan atau dibiayakan

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21

PER - 16/PJ/2016

BAB V


DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN
PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26

Pasal 9

 

(1)

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

a.

Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:

1.

Pegawai Tetap;

2.

penerima pensiun berkala;

3.

Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah); dan

4.

Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.

b.

Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah);

c.

50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;

d.

Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.

(2)

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.

 

perbedaan pegawai tidak tetap dan bukan pegawai

 

 PMK-252/PMK.03/2008

Pasal 1

10. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola
kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu
tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
 

11. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang
bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian
suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
 

12. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja
lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau
permintaan dari pemberi penghasilan.
 

13. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang,
seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau
memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
 

14. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan
yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua.
 

15. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala
macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
 

16. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang
bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari
Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

 Pasal 6
 

(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk:
 

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
 

  1. biaya pembelian bahan; 
  2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
  3. bunga, sewa, dan royalti; 
  4. biaya perjalanan;  
  5. biaya pengolahan limbah; 
  6. premi asuransi; 
  7. biaya promosi dan penjualan yang diaturdengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
  8. biaya administrasi; dan 
  9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
11A;

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
 

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 
  3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utangantara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 
  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah

m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.