dalam PMK-3/PMK.03/2022 terdapat 3 Insentif yang diberikan yaitu:
- PPh Pasal 22 Impor
- Pengurangan angsuran PPh Pasal 25
- PPh Final atas Jasa Konstruksi
untuk PPh 21 DTP, Tidak Ada Perpanjangan PPh 21 DTP
dalam PMK-3/PMK.03/2022 terdapat 3 Insentif yang diberikan yaitu:
- PPh Pasal 22 Impor
- Pengurangan angsuran PPh Pasal 25
- PPh Final atas Jasa Konstruksi
untuk PPh 21 DTP, Tidak Ada Perpanjangan PPh 21 DTP
JANGKA WAKTU PEMBERIAN INSENTIF PAJAK
PMK-3/PMK.03/2022
Pasal 12
(1) Jangka waktu pemberian insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berlaku sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
(2) Jangka waktu pemberian insentif:
a. pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 1); dan
b. PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3),
diberikan untuk Masa Pajak Januari 2022 sampai dengan Masa Pajak Juni 2022.
https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d
Keterangan
Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021
Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021
Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021
INSENTIF PAJAK PENGHASILAN FINAL JASA KONSTRUKSI
Pasal 7
( 1) Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkanperaturan perundang-undangan yang mengatur mengenai PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang bersifat final.
(2) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi dengan cara:
a. dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan Pemotong Pajak; atau
b. disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan Pemotong Pajak.
(3) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Penerima P3-TGAI ditanggung pemerintah.
(4) Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-TGAI kepada Wajib Pajak Penerima P3-TGAI tidak melakukan pemotongan PPh final.
(5) PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Pasal 8
(1) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah untuk setiap Masa Pajak melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
(2) Pemotong Pajak dapat melakukan pembetulan atas laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan realisasi pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama tanggal 30 September 2022.
(4) Pemotong Pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggungPemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
(5) Ketentuan mengenai formulir laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan~an yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.
https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d
Keterangan
Pasal 3
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan yang masih harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan:
a. Pasal 25 Undang-Undang PPh; dan/ atau
b. peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penghitungan angsuran PPh dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, dan Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
Pasal 4
( 1) Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, diberikan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kode klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam data administrasi perpajakan (master.file).
(3) Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, untuk memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat pemberitahuan:
a. berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
b. tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (
5) Dalam hal terdapat perubahan kode klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak dan kode klasifikasi lapangan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat pemberitahuan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang telah terbit tidak berlaku terhitung sejak tanggal perubahan kode klasifikasi lapangan usaha dimaksud.
(6) Ketentuan mengenai kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), formulir surat pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan besamya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), formulir surat pemberitahuan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dan formulir surat pemberitahuan tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1) Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berlaku terhitung sejak Masa Pajak disampaikannya pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
(2) Wajib Pajak dapat memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sejak Masa Pajak Januari 2022 dengan menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
(3) Ketentuan mengenai contoh penghitungan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 6 ( 1) Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. (2) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. (3) Ketentuan mengenai formulir laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d
Keterangan
INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR
Pasal 2
(1) PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh bank devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang.
(2) Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
(3) PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor.
(4) Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam data administrasi perpajakan (masterfile).
(5) Pembebasan dari pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan melalui surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
(6) Wajib Pajak mengajukan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
(7) Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
a. surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
b. surat penolakan dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(8) Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku terhitung sejak tanggal surat keterangan bebas diterbitkan.
(9) Dalam hal terdapat perubahan kode klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak dan kode klasifikasi lapangan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a yang telah terbit tidak berlaku terhitung sejak tanggal perubahan kode klasifikasi lapangan usaha dimaksud.
(10) Wajib Pajak yarig telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
(11) Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(12) Ketentuan mengenai kode klasifikasi lapangan usahayang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), formulir permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6), formulir surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, formulir penolakan permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dan formulir laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Imper sebagaimana dimaksud pada ayat (10), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/728fd2a9-382b-4ae3-1feb-08d9e5e75e5d
Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong | ||
Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 4(2) | ||
Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Hadiah Undian (f.1.1.33.09) | ||
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Deposito Tabungan, Diskonto SBI dan Jasa Giro (Final) (f.1.1.33.10) | ||
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham yang Diperdagangkan di Bursa Efek (f.1.1.33.11) | ||
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan (f.1.1.33.12) | ||
Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi (f.1.1.33.16) | ||
Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga dan Diskonto Obligasi dan Surat Berharga Negara (SBN) (f.1.1.33.17) | ||
Bukti Pemotongan PPh Pasal Final Pasal 4 Ayat (2) atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi (f.1.1.33.19) | ||
Bukti Pemungutan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa (f.1.1.33.20) | ||
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Deviden yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (f.1.1.33.21) | ||
Daftar Bukti Pemotongan Pemungutan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) (D.1.1.32.06) | ||
Daftar Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atas Bunga Deposito/ Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro (D.1.1.32.10) | ||
Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 15 | ||
Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (f.1.1.33.13) | ||
Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri Final (f.1.1.33.14) | ||
Bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang Dibayarkan Terutang kepada Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri (f.1.1.33.15) | ||
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 (D.1.1.32.09) | ||
Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21/26 | ||
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 (f.1.1.33.01) | ||
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 (final) (f.1.1.33.02) | ||
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 (tidak final) | ||
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 (final) | ||
Bukti Pemungutan dan Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 | ||
Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Badan Usaha Industri Eksportir Tertentu (f.1.1.33.04) | ||
Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (D.1.1.32.04) | ||
Bukti Pemungutan Pajak Atas Impor ( Oleh Bendaharawan Ditjen Bea dan Cukai (f.1.1.33.03) | ||
Bukti Potong dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 23/26 | ||
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 (f.1.1.33.06) | ||
Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 (f.1.1.33.08) | ||
Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 26 (D.1.1.32.05) |
Kode Objek Pajak PPh 21 | |
1. Kode Objek Pajak PPh Pasal 21 Formulir 1721 A1 (Dipotong oleh WP Badan Non Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Swasta) | |
Kode | Objek Pajak |
21-100-01 | Pegawai Tetap |
21-100-02 | Penerima Pensiun secara teratur |
2. Kode Objek PPh Pasal 21 Formulir 1721 A2 (Dipotong oleh WP Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Negeri Sipil) | |
Kode | Objek Pajak |
21-100-01 | Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara |
21-100-02 | Penerima Pensiun yang menerima penghasilan secara teratur |
21-100-03 | Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas |
21-100-04 | Distributor Multi Level Marketing (MLM) |
21-100-05 | Petugas Dinas Luar Asuransi |
21-100-06 | Penjaja Barang Dagangan |
21-100-07 | Tenaga Ahli |
21-100-08 | Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan |
21-100-09 | Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan |
21-100-10 | Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap |
21-100-11 | Mantan Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan |
21-100-12 | Pegawai yang melakukan penarikan Dana Pensiun |
21-100-13 | Peserta Kegiatan yang menerima imbalan |
3. Kode Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final) | |
Kode | Objek Pajak |
21-401-01 | Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus |
21-401-02 | Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus |
21-402-01 | Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya |
21-499-99 | Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya |
4. Kode Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) atau Pasal 26 | |
Kode | Objek Pajak |
21-100-03 | Upah Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas |
21-100-04 | Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM) |
21-100-05 | Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi |
21-100-06 | Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan |
21-100-07 | Imbalan Kepada Tenaga Ahli |
21-100-08 | Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan |
21-100-09 | Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan |
21-100-10 | Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap |
21-100-11 | Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Kepada Mantan Pegawai |
21-100-12 | Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai |
21-100-13 | Imbalan Kepada Peserta Kegiatan |
21-100-99 | Objek PPh Pasal 21 Tidak Final Lainnya PPh Pasal 26 |
27-100-99 | Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang dipotong PPh Pasal 26 |
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
PERATURAN NOMOR VIII.G.7 :
PEDOMAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
KEP-06/PM/2000, 13 Maret 2000
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
a. | Umum | ||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||
Namun demikian, pengungkapannya mencakup tetapi tidak terbatas pada unsur-unsur yang diuraikan dalam huruf b berikut ini. |
Surat Edaran Dirjen Pajak : SE-29/PJ.4/1995
II.Pemberian natura dan kenikmatan sehubungan dengan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan.
1.Sesuai dengan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 633/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994, bahwa pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, untuk keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja, dan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai walaupun diberikan bukan di daerah terpencil.
2.Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan ini berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerjaan yang biasanya diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja atau Pemda setempat misalnya pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, proyek, pakaian seragam pabrik, hansip/satpam, penyediaan makanan dan minuman serta penginapan untuk awak kapal/pesawat, serta antar jemput pegawai.
3. Pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan situasi lingkungan kerja misalnya pakaian seragam pegawai hotel dan penyiar TV, makanan tambahan bagi operator komputer/pengetik, makan minum cuma-cuma bagi pegawai restoran.
Biaya Rapat dalam bentuk natura tidak bisa dibebankan atau dibiayakan
PER - 16/PJ/2016
BAB V
DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN
PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26
Pasal 9
(1) |
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(2) |
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto. |
PMK-252/PMK.03/2008
Pasal 1
10. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola
kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu
tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
11. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang
bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian
suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
12. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja
lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau
permintaan dari pemberi penghasilan.
13. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang,
seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau
memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
14. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan
yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua.
15. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala
macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
16. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang
bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari
Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.